Peningalan PKI Yang Masih ada Sampai Saat ini

Sisa Aset PKI di Kramat

Ingatan Masyarakat Kramat V Mengenai PKI The Lanni( 57), sedang ingat benar dikala angkatan serta polisi menggerebek beberapa gedung kepunyaan Partai Komunis Indonesia di Jalur Kramat V, Kelurahan Kenari, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, 1 Oktober 1965.

Kala itu, Lanni sedang bersandar di kategori 3 sekolah dasar di SD PSKD, tidak jauh dari rumahnya di Jalur Kramat V. Lanni tercantum masyarakat lama di Jalur Kramat V. Bapaknya, Lim Guan Kim( 88)- meninggal tahun 1998, sebelumnya ialah pengemudi individu orang Belanda.

Sebab itu, si papa kesimpulannya menemukan bagian rumah di Jalur Kramat V itu. Di Jalur Kramat V, tadinya memanglah jadi salah satu dasar PKI. Terdapat 3 Bangunan kepunyaan PKI disana. Antara lain Bangunan Pusat Kultur PKI( Lekra), kemudian 2 bangunan penyimpanan peralatan PKI, dan satu bangunan yang lain tempat percetakan PKI.

1 Oktober 1965 pagi, bunda Lanni, T Ban Nio( tewas tahun 2002), telah terkejut karena banyak angkatan berseragam dengan senjata komplit di depan rumah mereka. Truk- truk angkatan parkir di sejauh jalur. Petugas telah merambah semua bangunan PKI serta menghasilkan seluruh benda. Rumah Lanni memanglah terletak benar bersebrangan dengan Bangunan Pusat Kultur PKI.

“ Hari itu aku pergi ke sekolah lebih dini,” tutur Lanni pada Wartakotalive. com, akhir Februari kemudian. Tetapi, belum hingga jam rehat awal di sekolahnya, guru- guru telah memerintahkan anak didik kembali.“ Dibilangnya terdapat kebakaran di Jalur Kramat V,” narasi Lanni.

Tetapi, hingga di rumah bukan kebakaran yang Beliau amati, namun angkatan tengah membakar poster- poster DN Aidit serta beberapa novel PKI di Pusat Kultur PKI. Eni Kewas( 80), salah seseorang masyarakat lama yang bermukim di gedung bonus di balik Bangunan Pusat Kultur PKI, kala penyergapan terjalin sedang berumur 27 tahun.

Ia telah mempunyai 2 anak. Dikala itu angkatan pula menggerebek rumahnya. Angkatan mengecek seluruh benda. Apalagi lemari- lemari juga turut dibuka. Seingat ia, angkatan mulai masuk ke Bangunan Pusat Kultur pada malam hari.“ Durasi itu aku telah tidur. Suami aku saja yang sedang mencermati pancaran radio belanda,” tutur Eni.

Sehabis itu nyaris satu minggu lebih Beliau bermukim berpindah- pindah dari satu rumah orang sebelah ke rumah orang sebelah lain. Faktornya, angkatan menghasilkan rumahnya bagaikan tempat meletakkan senjata.“ Tidak seluruh orang yang kita tumpangi rumahnya itu suka. Sebab itu, setelah itu jadi berpindah- pindah lalu. Mana anak sedang kecil lagi,” tutur Eni.

Rendang PKI serta Novel Berbicara Tiongkok The Lanni( 57), sedang menggunakan dasternya, serta Beliau juga sedang terus- terusan menghirup rokok.

Wanita ini salah satu saksi asal usul PKI, karena Beliau bermukim di dasar Parta Komunis Indonesia di Jalur Kramat V, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.

Seingat Lanni, sesudah penyergapan terjalin pada 1 Oktober 1965, buat beberapa anak kecil bukanlah sangat seram. Karena, seingat Lanni Beliau malah jadi dapat mempunyai banyak novel, karena petugas Tentara Nasional Indonesia(TNI) menghambur- hamburkan buku- buku dari bibliotek di Bangunan Pusat Kultur PKI.

Buku- buku itu digeletakkan di laman depan Bangunan Pusat Kultur PKI. Dikala itu, kanak- kanak kecil tercantum Lanni, ikut- ikutan memandang kelakuan pembakaran. Mereka pula mengambili beberapa buku- buku narasi yang belum dibakar.

“ Terdapat buku- buku berbicara Tiongkok, terdapat pula buku- buku narasi. Angkatan mengizinkan kita mengutip buku- buku narasi. Tetapi buat plakat DN Aidit tidak bisa didapat, karena wajib terbakar,” tutur Lanni.

Bukan hanya itu, warnanya kala penyergapan terjalin, perempuan- perempuan PKI- Gerwani tengah memasak rendang di laman balik bangunan pusat kultur.

“ Rendang itu dibagi- bagikan ke seluruh masyarakat. Apalagi saking banyaknya hingga dibagikan ke penunggu kolong jembatan,” ingat Lanni.

Sedangkan itu, di bangunan penyimpanan peralatan, masyarakat dekat menjarah emblem- emblem PKI yang dibuat dari tembaga, sebab biayanya lumayan mahal buat dijual lagi.

Jam Malam Yang Tidak Menggunakan Berakhir penyergapan Gedung- Gedung Dasar PKI di Jalur Kramat V pada 1 Oktober 1965, kemudian kanak- kanak kecil merasakan perihal tidak lezat, ialah diberlakukannya jam malam.

Belas kasihan( 60), yang saat ini jadi pimpinan RT 3 atau 9 di Jalur Kramat V, Kelurahan Kenari, Kecamatan Senen, datang di Jakarta pada bulan Oktober 1965. Ia tiba ke Jakarta buat menimba Ilmu sekolah awal. Ia tiba di Karawang.

Belas kasihan dapat setelah itu bermukim di Jalur Kramat V, karena Kakaknya merupakan badan polisi yang bekerja piket di bekas posisi dasar PKI itu. Bagi Belas kasihan, kala ditemui akhir Februari, sangat tidak menggunakan merupakan berlakunya jam malam. Ia telah harus kembali jam 20. 00 ke rumahnya.

“ Sementara itu kan aku sedang SMP, aku memiliki banyak sahabat serta umumnya kita mau pula jalan- jalan malam. Lumayan menganiaya pula dikala itu sesungguhnya,” ucap Belas kasihan.

Umumnya, di malam hari, sembari menunggu kantuk tiba, Belas kasihan main kelereng ataupun mencermati radio. Ingatan tidak enaknya jam malam tiba pula dari Eni Kewas( 80).

Di tahun 1965, umur Eni terkini 27 tahun. Ketiga buah hatinya juga sedang kecil- kecil. Eni mengenang, kala jam malam, sangat tidak lezat karena ia menumpang di rumah orang sebelah.

“ Bayangkan saja, kamu tidur menumpang di rumah orang sebelah, mata belum mengantuk serta harus lalu berbasa- basi hingga kita seluruh kesimpulannya terlelap. Kita telah wajib masuk rumah jam 08. 00,” tutur Eni.

Kelakuan pembakaran beberapa barang kepunyaan PKI serta jam malam, lebih banyak bergaduh masyarakat Jalur Kramat V, Senen, Jakarta Pusat, di masa- masa pembasmian PKI.

Tetapi, sesungguhnya, jauh saat sebelum masa- masa suram itu, masyarakat Jalur Kramat V mengenang PKI bagaikan institusi yang biasa- biasa saja apalagi terkesan bagus. Eni Kewas( 80), masyarakat Jalur Kramat V yang saat ini bermukim di suatu gedung di balik Mess Anak muda Batalyon Perhubungan. Di massa PKI, bangunan itu merupakan Pusat Kultur PKI.

Seingat Eni, tadinya PKI masuk ke Jalur Kramat V dengan cara bagus. Apalagi masyarakat mengarah tidak mengetahuinya.“ Bangunan- bangunan PKI ini sebelumnya merupakan gedung kepunyaan orang Belanda. Mereka membeli bangunan- bangunan ini,” tutur Eni.

Sebagian sarana kepunyaan PKI yang sering digunakan masyarakat merupakan Pusat Kultur PKI serta sarana pengecekan dokter. The Lanni( 57), seseorang wanita yang saat ini telah kerut. Di era PKI ia merupakan wanita kecil yang sedang sekolah di kategori 3 Sekolah Dasar.

Bagi Lanni, kanak- kanak kecil sering menghabiskan durasi buat membaca di Pusat Kultur PKI.“ Mereka tidak mencegah kita buat membaca di dalam, tetapi banyak novel berbicara asing yang kita tidak paham. Kita cuma membaca novel kanak- kanak saja,” tutur Lanni.

Kemudian, Lanni pula berterus terang kalau Beliau serta keluarganya sering berobat ke di tempat dokter PKI di bangunan peralatan. Jaraknya hanya 50 m dari rumahnya.“ Masing- masing sakit, papa aku senantiasa mengajak aku ke dokter PKI. Soalnya senantiasa free jika berobat kesitu,” cakap Lanni.

Gedung- gedung sisa markas PKI, saat ini, tahun 2013 wujudnya nampak tidak sangat bagus. Bangunan yang tadinya jadi Pusat Kultur PKI, saat ini menetap di Jalur Kramat V no 7.

Bangunan itu jadi Mess Anak muda Batalyon Perhubungan. Penghuninya saat ini tentara- tentara bujangan. Cat gedung itu bercorak hijau serta tidak apik.

Di bagian sisi bangunan, apalagi nampak tembok- tembok retak yang tidak dilapisi cat. Di laman depannya saat ini diberi garis- garis buat main voli. Tetapi, tiap petang, kanak- kanak kecil lebih kerap menggunakan alun- alun itu buat main sepakbola.

Sebaliknya, di bagian lain Jalur Kramat V, Bangunan peralatan PKI diberi Tujuan Jalur Kramat V no 14. Masyarakat setempat lebih suka menyebutnya bagaikan mes polisi. Mereka yang bermukim disana memanglah generasi dari keluarga polisi yang menempatinya awal kali. Gedung peralatan PKI ini ialah gedung sebandung.

Terdiri dari 2 gedung yang wujudnya serupa. Gedung terdiri dari 2 lantai. Saat ini catnya putihnya nampak sudah kumal, serta terdapat bagian yang dilapisi cat bercorak cokelat telah sangat hitam, sebab berkembang ganggang.

Mereka yang bermukim di gedung itu sering menggunakan jendela- jendela luas buat bergantung basuhan supaya kering tersiram mentari. Di sisi gedung itu pula berkembang gedung rumah lain. Kemudian laman bangunan peralatan PKI itu saat ini jadi tempat parkir mobil kepunyaan masyarakat.

Sebab itu, bagian lantai satu tidak nampak dari Jalur Kramat V, sebab terhalang mobil yang parkir. 2 bangunan PKI Yang lain, ialah bangunan percetakan PKI yang saat ini bernomor 16. Saat ini jadi mess buat Tubuh Intelijen Negeri.

Kemudian Bangunan yang lain di no 18 yang pula jadi penyimpanan peralatan PKI, saat ini jadi kantor Yayasan Kasimo. Situasi 2 bangunan itu pula tidak sangat bagus. Catnya nampak kumal, serta sebagian bagiannya telah nampak bersetai- setai.

Belas kasihan( 60), pimpinan RT 3 atau 9 di Jalur Kramat V, Kelurahan Kenari, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, berkata, cara kepemilikan petak- petak di rumah sisa bangunan peralatan ataupun gedung bekas PKI yang lain memanglah kira- kira lucu.

Belas kasihan ketahui itu, karena Beliau dahulu bermukim disana bersama kakaknya, ketia era cara pemindahtanganan gedung bekas PKI itu. Salah satu yang Beliau ingat benar terdapat cara kepemilikan ruangan- ruangan di bangunan bekas peralatan PKI.

Bangunan peralatan PKI terletak di Jalur Kramat V no 14. Gedung ini ialah gedung sebandung. Dikala itu, Belas kasihan yang pula purnakaryawan polisi, berkata, polisi- polisi bujangan, tercantum kakaknya, R Samsudinata yang dikala itu menemukan kewajiban melindungi posisi dasar PKI, setelah itu mulai membuat petak- petak di dalam bangunan peralatan itu, kemudian menempatinya.

“ Jadi yang Apalagi, kanak- kanak mereka saat ini lalu menaiki rumah itu. Sebagian kali, rumah pula bertukar owner kala penunggu lama alih. Umumnya peggantinnya mempunyai keakraban dengan penunggu lama. Di rumah sebandung buat bangunan peralatan, dihuni oleh 6 keluarga. 2 menaiki lantai satu rumah serta 2 yang lain menaiki lantai 2 rumah.

“ Tidak terdapat sertifikatnya itu. Cuma beri uang PBB saja tiap tahun,” ucap Belas kasihan pada Wartakotalive. com, akhir Februari kemudian. Sebagian julukan yang Beliau ingat sempat menaiki bangunan peralatan itu, semacam keluarga Sudaryono.

Berumah di lantai satu bangunan peralatan. Sudaryono pensiun dengan jenjang terakhir Letnan Kolonel. Setelah itu terdapat pula seorang yang diucap Belas kasihan bagaikan Pak Enoh, namun setelah itu alih ke Kalisari serta tempatnya digantikan dengan Pak Harsito yang saat ini sudah tewas.

Di tempak Pak Harsito, saat ini ditempati anak Pak Harsito. Sedangkan itu, tempat sisa abang Belas kasihan, saat ini dihuni anak si abang. Sedangkan itu, Belas kasihan sendiri alih ke gedung terkini yang terdapat di balik sisa bangunan peralatan PKI itu.

Komentar

Postingan Populer